26 Desember 2008

Kembalikan Kampus UIKA Sebagai Basis Perlawanan Mahasiswa Bukan Tempat “Mejeng”

Redaksi-, Gerakan mahasiswa pasca Reformasi 1998 mengalami polarisasi yang sangat akut. Menurut beberapa Pengamat Politik Bogor, salah satunya Mas Krisna, Mantan Ketua HMI MPO Komisariat UIKA Bidang PTK Periode 2004-2005 M, yang kini menjadi instruktur fitnes dan aerobik bahwa : “ gerakan mahasiswa tidak memiliki isu populis dan bergerak dengan agenda aksi yang sektarian, begitu juga dengan gerakan mahasiswa UIKA yang mengalami degradasi ”, tandasnya kepada IB.

Analisa yang cukup menarik bila dikorelasikan dengan fenomena eksistensi gerakan mahasiswa UIKA kontemporer yang “melehoy”.

UIKA yang berdiri tahun 1961 berdasarkan SK. No. 31/DPP/1961 tanggal 23 April 1961 yang dikeluarkan oleh para pendiri, diantaranya KH. Sholeh Iskandar (alm) yang diabadikan sebagai nama jalan didepan kampus. UIKA adalah kampus tertua di Bogor. UIKA sebagai Kampus Islam adalah simbol perlawanan terhadap Rezim Orde Baru konteks perguruan tinggi. Diakhir 80-an UIKA merupakan tempat berkumpulnya intelektual-intelektual Islam progresif, bahkan aktifis-aktifis HMI MPO (red: bisa dibilang penampungan aktifis HMI MPO) yang konsisten dengan Asas Islam.
Gerakan usrah-usrah, tarbiyah, halaqah dan kajian-kajian marak dilakukan mahasiswa-mahasiswa periode 1980-an hingga menjelang reformasi bahkan hingga akhir Rezim Gus Dur lengser. UIKA adalah basis perlawanan mahasiswa. Gerakan mahasiswa UIKA bisa menjadi barometer gerakan mahasiswa di Bogor. Tapi kini kampus UIKA hanya dijadikan ajang “mejeng” atau sebatas badko alias “badan kongkow-kongkow”.

Idealitas sebagai agent of change, “jauh api dari panggang”. Aktifitas mahasiswa yang monoton dan jauh dari kreatifitas. Dus UIKA hanya melahirkan sarjana-sarjana, mengutip term Soe Hok Gie-sekrup-sekrup kapitalisme. Salah siapa ? Atau bahkan kader-kader HMI bagian mereka yang giat “mejeng” dikampus daripada kajian.[ ] mang ade